Malam yang dingin disebuah malam yang sendu, seakan memperlihatkan apa yang disembunyikan oleh hati yang curiga akan sebuah makna mendalam dari keinginan untuk memiliki hal yang tidak mungkin terjadi.
Inilah aku, seorang yang mencoba meraih tangan yang tak mungkin teraih, yang selalu berharap dapat mencoba mendapatkan kesempatan, ya, hanya sebuah kesempatan untuk dapat meraih sebuah tangan yang mungkin sudah digenggam oleh orang lain. Namun tidak semua hal dapat menjadi kenyataan seturut dengan keinginan yang sudah ditetapkan. Kenapa? ya karena aku adalah seorang manusia biasa yang tidak bisa menyatakan semua keinginan.
Kadang tangan itu datang tanpa adanya salam. Hanya sebuah senyuman cepat yang mungkin dapat mudah dilupakan, hanya sebuah kilatan dalam lebatnya hujan badai yang menginginkan lebih banyak petir.
Keinginan sederhana namun mengandung banyak arti.
Hanya menggenggam tangan dari seorang yang luar biasa, yang bahkan ketika berlaripun tidak terkejar, aku tak mampu.
Mengapa tangan itu jauh?, mengapa tangan itu tidak pernah terjangkau?, mengapa tangan itu tidak pernah mau berhenti dan membiarkannya tersentuh walau hanya sedetik?,
Pertanyaan bodoh seorang pengharap yang bermimpi terlalu jauh untuk mendapatkan hal yang bodoh. Ya, memang aku orang bodoh yang tidak pernah berpikir apa itu namanya merelakan.
Melihat dari belakang saja, mungkin cukup tanpa harus menyentuhnya ataupun mengikuti langkahnya yang tidak dapat terkejar itu.
Kita memang berbeda, tidak sepaham tidak sepikiran, tidak sederhana, tidak dapat dilupakan, tidak boleh diutarakan, tidak mungkin mendekat, dan tidak sehati.
Mungkin hanya pernyataan bodoh dari dalam diri ini. "Kita memang berbeda tingkatan".
Aku hanyalah sebuah butiran debu dipojok kamarmu, yang ada namun tidak pernah tersentuh ataupun terlihat.
Tapi aku selalu memperhatikanmu setiap ada kesempatan, mungkin memang aku tidak dapat membantumu karena aku hanyalah sebuah debu dan kamu adalah sebuah permata yang jatuh ditempat indah.
Dahulu diakhir cerita kita, aku harus disapu olehmu karena memang aku ini bukan seorang yang dapat bersanding dengan sebuah permata, ya, aku hanyalah sebuah debu yang sepatutnya disapu untuk membersihkan kamar indahmu.
Namun kadang takdir itu kejam.
Ketika aku menjadi sebuah tumpukan debu kecil ditempat lain, kamu datang dan kita bertemu.
Ketika aku masih setumpukan debu, kamu sudah berubah menjadi sebuah berlian yang makin menarik untuk dibeli.
Apa daya tumpukan debu untuk dapat bersama berlian?, sebuah kemustahilan nyata.
Debu memang jahat, tidak memiliki kelebihan, hanya dapat mengotori sesuatu.
Debu bukanlah sebuah hal yang menjadikan pemiliknya lebih baik.
Berlian dapat mengindahkan pemiliknya, sangat bertentangan.
Mungkin menjadi berlian aku tidak bisa, tapi bolehkah aku mengenal dan berbincang dengan berlian sebentar saja, mungkin untuk mengatakan kata kata biasa.
Bolehkan sebuah debu menggenggam tangan berlian sebentar?