Pantai dibagian selatan Indonesia
masih memiliki pesona yang cukup untuk menarik perhatian banyak orang untuk
mengunjunginya. Sama halnya dengan saya yang masih tertarik untuk mengunjungi
pantai pantai di wilayah selatan Indonesia.
Praktikum lapangan menjadi hal yang biasa bagi setiap mahasiswa sains, apalagi seorang mahasiswa perikanan dan kelautan. Pantai bukan lagi tempat yang asing lagi, mungkin sebagian dari kita sudah bosan ke pantai, namun masih ada beberapa tugas bagi kita yang harus diselesaikan saat ini atau nanti.
Ketika acara praktikum lapangan
dimulai terlihat mahasiswa tengah sibuk dalam memperoleh sampel ataupun
melakukan analisis kondisi pantai tempat mereka melakukan praktikum. Sekilas
hal itu mencerminkan bahwa mahasiswa
memiliki intelektual tinggi dan cerdas. Tapi siapa sangka kita sebagai
mahasiswa hanya “Bergaya” saja pada setiap kesempatan untuk kepentingan kita
sendiri.
Perkataan seorang nelayan pada siang
itu mengagetkan salah satu kawan saya. “Dek, mahasiswa sekarang itu ngapain aja
ya? Kok kondisi nelayan di daerah sini tidak berubah ya”. Perkataan polos dari
seorang nelayan ini menghentak diri teman saya, begitupula saya yang mendengar
dari teman saya tersebut. Kawan saya dan saya tidak dapat berkata apa apa
selain menggeleng tidak tahu. Kata kata
bapak nelayan itu sangat terdengar sakit tetapi memang itulah
kenyataannya. Kenyataan memang sakit dan pahit, tetapi karena perkataan bapak
itu saya jadi menyadari banyak hal yang memang benar adanya. Kebenaran bahwa
mahasiswa sekarang hanya mencari keuntungan diri sendiri ketika kuliah ataupun
lulus dari universitas.
Kuliah di tempat yang baik
Memiliki Indeks Prestasi yang
memuaskan
Memiliki kolega kolega bisnis untuk
memperoleh penghasilan
Memiliki pasangan hidup yang baik
Memiliki anak dan menjalin keluarga
yang sejahtera
Menunggu anak anak tumbuh dan
menggendong cucu
Mati………..
Semua yang menjadi pola pikir
mahasiswa sekarang adalah dapat berguna bagi keluarganya kelak atau keluarganya
sekarang. Selalu menempatkan diri sendiri
menjadi pusat dari segala hal yang dilakukan. Demi kepentingan diri
sendiri. Lalu masyarakat kecil yang kurang sejahtera, hidup dengan sangat
sederhana, malahan kadang ada yang tidak makan dalam seharian. Mereka berpuasa
bukan karena mereka sedang menjalani ibadah, namun mereka tidak memiliki cukup
uang untuk makan setiap hari, sehingga boleh jadi mereka hanya makan beberapa
hari sekali atau dua kali.
Mungkin orang tua kita bangga
memiliki anak anak yang kuliah di perguruan tinggi. Mungkin orang tua kita
bangga pada kita yang memperoleh IP tinggi. Mungkin mereka bangga pada kita
yang selalu dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Mungkin mereka bangga pada
Program KKN yang selama ini dipandang sebagai pengabdian masyarakat. Tapi
apakah itu yang sebenarnya diharapkan masyarakat luas tentang kamu.
Mahasiswa sekarang memilih KKN di
tempat tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Tujuan yang semula untuk
pengabdian masyarakat, sekarang ini hanya sebagai alat untuk membenarkan
keinginan untuk berlibur sambil memperoleh SKS dari kuliah wajib berjudul KKN.
Hasilnya apa? Setelah pulang kembali ke rumah masing masing, semua yang telah
dilakukan pada saat KKN hanya menjadi kenangan semata, bukan lagi program
program yang di elu elukan sewaktu mengajukan proposal. Bukan lagi sebuah wujud
nyata dari pengabdian masyarakat, namun hanya sebatas memenuhi hasrat berlibur
dan kewajiban mengisi SKS yang masih kurang tersebut. Tidak ada lagi pengabdian
nyata dari mahasiswa sekarang yang saya ketahui. Semuanya hanya belajar belajar
belajar demi kepentingannya sendiri. Untuk masyarakat? Itu biarkanlah di urusi
oleh para petinggi yang menempati jabatan jabatan yang sesuai. Saya berkata
seperti ini karena memang saya juga menyadari bahwa saya belum dapat melakukan
apa apa untuk masyarakat pesisir.
Menjadi mahasiswa boleh sombong
karena fasilitas yang diberikan berbeda. Selain itu juga pilihan masa depan
terbilang sangat banyak sekali dibandingkan dengan sekolah sekolah menengah. Menjadi mahasiswa boleh berbangga hati dengan
predikat “Kaum Intelektual”. Tapi, apa memang kita benar benar kaum intelektual
yang sebenarnya? Apakah arti dari kaum intelektual itu kalau ilmu yang sudah
diperolehnya hanya untuk mensejahterakan dirinya sendiri. Impian setiap
mahasiswa jaman sekarang hanyalah menjadi kaya raya, memiliki keluarga dan
hidup bahagia tanpa memikirkan hal hal yang berkaitan dengan masyarakat luas.
Bukan berarti saya sebagai mahasiswa tidak memiliki impian seperti itu. Saya
sebagai mahasiswa juga berfikir demikian sebelum mendengar seorang nelayan
mengajukan pertanyaan polos yang menyadarkan diri saya.
Sekarang kalian bisa menimba ilmu di
Universitas Negeri terbaik di Indonesia ataupun di luar negeri sana. Tetapi
jika keinginan kalian hanya sekecil untuk menjadii kaya, saya menyarankan untuk
tidak kuliah di universitas negeri, karena uang yang digunakan untuk
meringankan beban biaya kuliah kalian merupakan uang rakyat, dimana ada banyak
harapan yang dibebankan kepada kalian. Bukan untuk menjadi kaya belaka, bukan
hanya sekedar memiliki keluarga yang baik, bukan sekedar menyenangkan orang
tua. Memang membuat orang tua bahagia dengan harta yang kita dapat itu
merupakan keinginan yang mulia tetapi mensejahterakan orang banyak dengan
segala kemampuan yang kita punya tidak akan membuat kita menyesal ketika kita
tua nanti.
- Bayu